Kamis, 15 Januari 2009

jagat planet

Satu Lagi Kandidat Planet Raksasa di Jagat Raya



Citra inframerah menunjukkan objek (berupa titik putih) yang diduga planet mengelilingi bintang Beta pictoris (di tengah).
Jumat, 28 November 2008 | 22:56 WIB

JAKARTA, JUMAT - Keberadaan planet-planet asing di luar tata surya makin bnayak yang terungkap seiring pengembangan teknologi pengamatan benda-benda ruang angkasa. Tak berselang lama setelah astronom NASA dan Kanada mengklaim berhasil merekam planet asing untuk pertama kalinya secara langsung, para astronom Perancis melaporkan kandidat planet baru.

Anne-Maria Lagrange dan astronom lainnya dari Observatorium Grenoble, Perancis memperkirakan objek tersebut berukuran 7 kali massa Planet Jupiter. Citra inframerah yang dipamerkan memperlihatkan sebuah titik putih di antara berkas cahaya dekat bintang Beta Pictoris yang berada 70 tahun cahaya dari Bumi (1 tahun cahaya sebanding dengan 9,5 triliun kilometer). Rekaman tersebut diambil menggunakan teleskop raksasa di Observatorium Eropa Selatan (Very Large Telescope ESO).

Belum diketahui apakah objek tersebut merupakan planet atau bukan. Para astronom harus melakukan pengamatan dan pengukuran lebih lanjut untuk memastikannya. Namun, kemungkinannya besar karena berada di dalam cakram debu dan gas yang mengelilingi bintang Beta Pictoris.

Cakram debu di sekitar bintang tersebut telah lama diyakini mengandung planet sejak diamati pertama kali tahun 1994. Adanya planet itulah yang mungkin dapat menjelaskan mengapa cakram debu tersebut sering bergoyang.

"Secara umum, ini merupakan temuan yang menarik yang akan segera dikonfirmasi dalam beberapa minggu ke depan karena Beta Pictoris merupakan bintang terang yang terlihat selama musim dingin,"ujar Paus Kallas, astronom dari Universitas California Berkeley yang mengetuai tim astronom penemu planet Fomalhaut b, planet pertama yang berhasil direkam kamera.



MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB


Jagat Raya berawal dari singularitas (titik awal) yang kemudian terjadi Big Bang (Dentuman Besar). Namun teori ini tidak menjawab keberadaan alam gaib. Masalahnya darimana singularitas itu? apakah muncul dari ketiadaan? Lantas mungkinkah manusia meneliti sesuatu sebelum singularitas?

Ini menimbulkan dilema karena menyentuh aspek relijius. Tahun 1981, Gereja katolik Vatikan mengadakan konferensi seputar Jagat Raya. Ketika itu Paus Johannes Paulus mengatakan tidak masalah mempelajari evolusi Jagat Raya setelah Dentuman Besar. Tetapi ilmuwan tidak boleh menyelidiki Dentuman Besar, karena itulah saat awal penciptaan Jagat Raya.

Sejauh ini singularitas memang tidak dapat diformulasikan hukum fisika. Dengan kata lain, hukum fisika tidak berlaku pada awal terbentuknya Jagat Raya. Padahal, menyebut singularitas muncul dari ketiadaan tidak sejalan dengan hukum Kekekalan Energi (energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan).

Kemudian lahirlah hipotesis Lubang Hitam. Hipotesis ini dapat menjawab asal usul singularitas, sekaligus membuka kemungkinan adanya alam gaib. Namun, konsekwensinya muncul gagasan lain yaitu Jagat Raya tidak memiliki awal dan akhir.

Lubang Hitam

Untuk memahami Lubang Hitam, secara ringkas dapat dijelaskan sbb:

Kita mulai dengan mengetahui daur hidup bintang. Bintang terbentuk bila sejumlah besar gas (hidrogen) mulai mampat karena forsa (tarikan) gravitasi.

Atom gas saling tabrakan dengan laju semakin tinggi membuat gas menjadi sangat panas. Akhirnya, setiap tabrakan dua atom hidrogen bukannya terpental melainkan lengket membentuk atom helium. Kalor yag dibebaskan (mirip ledakan bom hidrogen) menyebabkan bintang bersinar.

Kalor ini juga berfungsi meningkatkan tekanan gas sehingga cukup untuk mengimbangi forsa gravitas agar tidak mengerut (seperti balon: ada perimbangan antara tekanan udara di dalamnya yang berusaha memuaikan balon dan ada tegangan karet yang berusaha mengecilkan balon). Kondisi ini membuat bintang stabil untuk waktu lama.

Namun suatu ketika bintang itu kehabisan hidrogen. Semakin banyak bahan bakar awal bintang itu, semakin cepat habis. Karena semakin masif bintang, diperlukan suhu yang semakin tinggi untuk mengimbangi forsa gravitas.

Apabila kehabisan bahan bakar, bintang itu mendingin, mengecil dan memampat atau disebut bintang mati. Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

Subrahmanyan Chandrasekhar, fisikawan India mengatakan, ketika bintang mati mengecil, partikel-partikel akan berdekatan. Partikel ini mempunyai kecepatan berbeda. Keragaman ini akan menjauhkan partikel itu satu dari yang lain, dan bintang itu cenderung memuai dengan memberimbangkan forsa gravitasi dan panas (pemuaian) yang timbul.

Namun bila rapatan bintang tinggi, pemuaian yang ditimbulkan akan lebih kecil daripada forsa gravitasi.

Menurut Chandrasekhar, sebuah bintang dengan massa 1,5 kali massa Matahari (disebut batas Chandrasekhar), tidak sanggup melawan gravitasinya sendiri.

Implikasinya, jika massa itu kurang dari batas Chandrasekhar, maka bintang itu dapat menghentikan pengerutan dan mapan ke suatu keadaan akhir yang disebut bintang katai putih (White Dwarf) dengan jari-jari ribuan kilometer dan rapatan puluhan ton persentimeter kubik. Bintang ini ditemukan di sekitar gugusan bintang Sirius.

Fisikawan Rusia, Lev Davidovich Landau mengatakan, bisa saja terbentuk bintang berukuran kecil dari bintang katai putih yang disebut bintang Neutron. Bintang ini memiliki jari-jari sekitar 15 kilometer dengan rapatan puluhan juta ton persentimeter kubik.

Bukti adanya bintang Neutron ditemukan tahun 1967, ketika Jocelyn Bell dan Anthony Hewish dari Universitas Cambridge menemukan objek langit yang disebut Pulsar. Objek itu sesungguhnya bintang Neutron yang berputar karena adanya medan magnet dan materi yang mengitarinya sembari memancarkan pulsa gelombang radio.

Namun, bintang dengan massa di atas batas Chandrasekhar akan tetap menghadapi masalah besar saat bahan bakarnya habis. Akhirnya, bintang ini akan mengerut. Apabila bintang terus mengerut ke suatu jari-jari kritis, medan gravitasi pada permukaan menjadi kuat sehingga pancaran cahayanya tidak akan keluar (tidak bersinar) karena akan ditarik kembali.

Jika cahaya tidak dapat lolos, maka jelas tidak satupun benda dapat lolos. Semuanya akan ditarik medan gravitasi. Kawasan dengan medan gravitasi sangat tinggi ini disebut Lubang Hitam (Black Holes).

Sebuah Lubang Hitam tidak dapat dilihat, hanya suatu kawasan (horison) dimana apapun yang mendekati akan dihisap forsa gravitasi. Luas horison tergantung dari massa Lubang Hitam.

Luasnya bertambah seiring dengan semakin banyaknya objek yang masuk ke dalamnya. Lubang Hitam dengan massa 10 Matahari memiliki luas sekitar 30 kilometer.

Luas horison juga bertambah dengan bergabungnya beberapa Lubang Hitam menjadi Lubang Hitam raksasa.

Deteksi keberadaan Lubang Hitam

Lubang Hitam tidak memancarkan apapun, kecuali radiasi. Dalam riset terbarunya, Stephen Hawking menyimpulkan, bahwa radiasi tersebut memiliki sejumlah informasi seputar benda-benda apa saja yang pernah dihisap Lubang Hitam.

Namun, Lubang Hitam masih mengeluarkan forsa gravitasi terhadap bintang didekatnya. Bintang ini berada mengitari sesuatu karena pengaruh forsa gravitasi.

Secara singkatnya, ada sebuah bintang yang tampak beredar mengitari sesuatu (objek) yang tidak tampak. Materi (partikel-partikel) yang disemburkan dari permukaan bintang tampak terlihat. Materi itu terkena gravitasi dari objek yang tidak tampak.

Akibatnya, materi ini beredar mengitari objek yang tidak tampak dan membuat gerakan melingkar atau membundar. Dapat diibaratkan bak mandi yang lalu sumbat baknya dibuka. Maka air akan tersedot membentuk pusaran. Objek yang membuat materi berputar itulah yang disebut Lubang Hitam.

Pola semacam itu sangat banyak dalam galaksi Bima Sakti atau galaksi lain. Dipastikan ada banyak Lubang Hitam di Jagat Raya ini. Bahkan boleh jadi jumlah Lubang Hitam lebih banyak dari bintang yang tampak (sekitar 100 milyar dalam galaksi Bima Sakti). Hal itu menunjukkan, dalam sejarah Jagat Raya, bintang yang kehabisan bahan bakar sangat banyak.

Sedangkan lokasi di Jagat Raya yang diduga terdapat Lubang Hitam, di Konstelasi Cygnus X-1 dan XTE J1118+480.

Tipe-tipe Lubang Hitam adalah:

Sejauh ini ada beberapa tipe Lubang Hitam yang diketahui:

1. Stellar :Lubang Hitam yang memiliki massa sekitar 5-100 Matahari.

2. Mid-mass: Lubang Hitam yang memiliki massa sekitar 500-1000 Matahari.

3. Supermassive: Lubang Hitam yang memiliki massa jutaan sampai milyaran meter\hari, disebut juga The Great Attractor. Terdapat di Konsteler Virgo.

Jagat Bayi (Baby Universes)

Persoalannya, apakah yang terjadi terhadap objek yang masuk kedalam Lubang Hitam? Ilmu pengetahuan belum berhasil menjawab pertanyaan itu.

Fisikawan teoritis Stephen Hawking mengeluarkan hipotesis yang kontroversial. Ia mengatakan bahwa ada kemungkinan objek yang masuk akan keluar kembali di sebuah Jagat Raya lain. Stephen Hawking menyebutnya: Jagat Bayi (Baby Universes).

Hipotesis Jagat Bayi hingga kini belum diakui ilmu pengetahuan. Namun hipotesis ini membuka peluang meneliti keberadaan alam gaib. Mengapa?

Karena Jagat Bayi mengandaikan ada banyak Jagat Raya. Dengan kata lain, adanya Jagat Raya–Jagat Raya yang saling berlipat (tumpang tindih).

Hipotesis ini mendapat tantangan keras mengingat kemampuan meneliti Jagat Raya yang kasat mata saja belum sempurna. Di samping itu, meskipun sebagian besar ilmuwan percaya keberadaan Tuhan, namun cenderung menolak eksistensi alam gaib (Jagat Gaib).

Menurut Hawking, Jagat Bayi merupakan konsekwensi dari keberadaan Lubang Hitam. Objek yang masuk ke dalam Lubang Hitam akan masuk ke dalam sebuah Jagat Bayi yang kecil. Kemudian lepas dari kawasan Jagat Raya kita. Jagat Bayi tersebut memiliki struktur dan konfigurasi berbeda.

Pada saat objek masuk ke dalam Lubang Hitam, maka akan terbentuk singularitas baru. Hal ini kemudian berlanjut dengan meledak kembali sebagaimana Dentuman Besar.

Kemudian terjadi pula pemuaian dan pembentukan materi-materi. Selanjutnya terbentuklah galaksi-galaksi dan mungkin juga sebuah kehidupan seperti di Bumi.

Dalam Islam diketahui bahwa makhluk gaib seperti malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan bangsa jin terbuat dari api. Boleh jadi, cahaya dan api tersebut bukan dalam bentuk materi atau partikel yang sama dengan yang kita kenal di Bumi. Melainkan produk materi yang terbentuk di Jagat Raya yang berbeda.

Hipotesis Jagat Raya bayi berhasil membuka cakrawala berpikir manusia, karena eksistensi alam gaib (Jagat Gaib) mulai disentuh ilmu pengetahuan, khususnya fisika kuantum. Namun, hipotesis tersebut kontroversial karena apa yang disebut Teori Dentuman Besar bukanlah awal dari terbentuknya Jagat Raya kita.

Hawking berpendapat bahwa Lubang Hitam dan hipotesis Jagat Bayi mengandaikan Jagat Raya tidak memiliki awal dan akhir. Dengan kata lain, Jagat Raya ini abadi.

Peristiwa Big Bang hanya salah satu tahap saja dalam seluruh evolusi Jagat Raya. Sehingga berapapun taksiran usia Jagat Raya, bukan awal Tuhan Yang Maha Besar memulai ciptaanNya. Jika benar begitu maka titik awal penciptaan akan tetap menjadi rahasia.


Jagat Raya berawal dari singularitas (titik awal) yang kemudian terjadi Big Bang (Dentuman Besar). Namun teori ini tidak menjawab keberadaan alam gaib. Masalahnya darimana singularitas itu? apakah muncul dari ketiadaan? Lantas mungkinkah manusia meneliti sesuatu sebelum singularitas?

Ini menimbulkan dilema karena menyentuh aspek relijius. Tahun 1981, Gereja katolik Vatikan mengadakan konferensi seputar Jagat Raya. Ketika itu Paus Johannes Paulus mengatakan tidak masalah mempelajari evolusi Jagat Raya setelah Dentuman Besar. Tetapi ilmuwan tidak boleh menyelidiki Dentuman Besar, karena itulah saat awal penciptaan Jagat Raya.

Sejauh ini singularitas memang tidak dapat diformulasikan hukum fisika. Dengan kata lain, hukum fisika tidak berlaku pada awal terbentuknya Jagat Raya. Padahal, menyebut singularitas muncul dari ketiadaan tidak sejalan dengan hukum Kekekalan Energi (energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan).

Kemudian lahirlah hipotesis Lubang Hitam. Hipotesis ini dapat menjawab asal usul singularitas, sekaligus membuka kemungkinan adanya alam gaib. Namun, konsekwensinya muncul gagasan lain yaitu Jagat Raya tidak memiliki awal dan akhir.

Lubang Hitam

Untuk memahami Lubang Hitam, secara ringkas dapat dijelaskan sbb:

Kita mulai dengan mengetahui daur hidup bintang. Bintang terbentuk bila sejumlah besar gas (hidrogen) mulai mampat karena forsa (tarikan) gravitasi.

Atom gas saling tabrakan dengan laju semakin tinggi membuat gas menjadi sangat panas. Akhirnya, setiap tabrakan dua atom hidrogen bukannya terpental melainkan lengket membentuk atom helium. Kalor yag dibebaskan (mirip ledakan bom hidrogen) menyebabkan bintang bersinar.

Kalor ini juga berfungsi meningkatkan tekanan gas sehingga cukup untuk mengimbangi forsa gravitas agar tidak mengerut (seperti balon: ada perimbangan antara tekanan udara di dalamnya yang berusaha memuaikan balon dan ada tegangan karet yang berusaha mengecilkan balon). Kondisi ini membuat bintang stabil untuk waktu lama.

Namun suatu ketika bintang itu kehabisan hidrogen. Semakin banyak bahan bakar awal bintang itu, semakin cepat habis. Karena semakin masif bintang, diperlukan suhu yang semakin tinggi untuk mengimbangi forsa gravitas.

Apabila kehabisan bahan bakar, bintang itu mendingin, mengecil dan memampat atau disebut bintang mati. Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

Subrahmanyan Chandrasekhar, fisikawan India mengatakan, ketika bintang mati mengecil, partikel-partikel akan berdekatan. Partikel ini mempunyai kecepatan berbeda. Keragaman ini akan menjauhkan partikel itu satu dari yang lain, dan bintang itu cenderung memuai dengan memberimbangkan forsa gravitasi dan panas (pemuaian) yang timbul.

Namun bila rapatan bintang tinggi, pemuaian yang ditimbulkan akan lebih kecil daripada forsa gravitasi.

Menurut Chandrasekhar, sebuah bintang dengan massa 1,5 kali massa Matahari (disebut batas Chandrasekhar), tidak sanggup melawan gravitasinya sendiri.

Implikasinya, jika massa itu kurang dari batas Chandrasekhar, maka bintang itu dapat menghentikan pengerutan dan mapan ke suatu keadaan akhir yang disebut bintang katai putih (White Dwarf) dengan jari-jari ribuan kilometer dan rapatan puluhan ton persentimeter kubik. Bintang ini ditemukan di sekitar gugusan bintang Sirius.

Fisikawan Rusia, Lev Davidovich Landau mengatakan, bisa saja terbentuk bintang berukuran kecil dari bintang katai putih yang disebut bintang Neutron. Bintang ini memiliki jari-jari sekitar 15 kilometer dengan rapatan puluhan juta ton persentimeter kubik.

Bukti adanya bintang Neutron ditemukan tahun 1967, ketika Jocelyn Bell dan Anthony Hewish dari Universitas Cambridge menemukan objek langit yang disebut Pulsar. Objek itu sesungguhnya bintang Neutron yang berputar karena adanya medan magnet dan materi yang mengitarinya sembari memancarkan pulsa gelombang radio.

Namun, bintang dengan massa di atas batas Chandrasekhar akan tetap menghadapi masalah besar saat bahan bakarnya habis. Akhirnya, bintang ini akan mengerut. Apabila bintang terus mengerut ke suatu jari-jari kritis, medan gravitasi pada permukaan menjadi kuat sehingga pancaran cahayanya tidak akan keluar (tidak bersinar) karena akan ditarik kembali.

Jika cahaya tidak dapat lolos, maka jelas tidak satupun benda dapat lolos. Semuanya akan ditarik medan gravitasi. Kawasan dengan medan gravitasi sangat tinggi ini disebut Lubang Hitam (Black Holes).

Sebuah Lubang Hitam tidak dapat dilihat, hanya suatu kawasan (horison) dimana apapun yang mendekati akan dihisap forsa gravitasi. Luas horison tergantung dari massa Lubang Hitam.

Luasnya bertambah seiring dengan semakin banyaknya objek yang masuk ke dalamnya. Lubang Hitam dengan massa 10 Matahari memiliki luas sekitar 30 kilometer.

Luas horison juga bertambah dengan bergabungnya beberapa Lubang Hitam menjadi Lubang Hitam raksasa.

Deteksi keberadaan Lubang Hitam

Lubang Hitam tidak memancarkan apapun, kecuali radiasi. Dalam riset terbarunya, Stephen Hawking menyimpulkan, bahwa radiasi tersebut memiliki sejumlah informasi seputar benda-benda apa saja yang pernah dihisap Lubang Hitam.

Namun, Lubang Hitam masih mengeluarkan forsa gravitasi terhadap bintang didekatnya. Bintang ini berada mengitari sesuatu karena pengaruh forsa gravitasi.

Secara singkatnya, ada sebuah bintang yang tampak beredar mengitari sesuatu (objek) yang tidak tampak. Materi (partikel-partikel) yang disemburkan dari permukaan bintang tampak terlihat. Materi itu terkena gravitasi dari objek yang tidak tampak.

Akibatnya, materi ini beredar mengitari objek yang tidak tampak dan membuat gerakan melingkar atau membundar. Dapat diibaratkan bak mandi yang lalu sumbat baknya dibuka. Maka air akan tersedot membentuk pusaran. Objek yang membuat materi berputar itulah yang disebut Lubang Hitam.

Pola semacam itu sangat banyak dalam galaksi Bima Sakti atau galaksi lain. Dipastikan ada banyak Lubang Hitam di Jagat Raya ini. Bahkan boleh jadi jumlah Lubang Hitam lebih banyak dari bintang yang tampak (sekitar 100 milyar dalam galaksi Bima Sakti). Hal itu menunjukkan, dalam sejarah Jagat Raya, bintang yang kehabisan bahan bakar sangat banyak.

Sedangkan lokasi di Jagat Raya yang diduga terdapat Lubang Hitam, di Konstelasi Cygnus X-1 dan XTE J1118+480.

Tipe-tipe Lubang Hitam adalah:

Sejauh ini ada beberapa tipe Lubang Hitam yang diketahui:

1. Stellar :Lubang Hitam yang memiliki massa sekitar 5-100 Matahari.

2. Mid-mass: Lubang Hitam yang memiliki massa sekitar 500-1000 Matahari.

3. Supermassive: Lubang Hitam yang memiliki massa jutaan sampai milyaran meter\hari, disebut juga The Great Attractor. Terdapat di Konsteler Virgo.

Jagat Bayi (Baby Universes)

Persoalannya, apakah yang terjadi terhadap objek yang masuk kedalam Lubang Hitam? Ilmu pengetahuan belum berhasil menjawab pertanyaan itu.

Fisikawan teoritis Stephen Hawking mengeluarkan hipotesis yang kontroversial. Ia mengatakan bahwa ada kemungkinan objek yang masuk akan keluar kembali di sebuah Jagat Raya lain. Stephen Hawking menyebutnya: Jagat Bayi (Baby Universes).

Hipotesis Jagat Bayi hingga kini belum diakui ilmu pengetahuan. Namun hipotesis ini membuka peluang meneliti keberadaan alam gaib. Mengapa?

Karena Jagat Bayi mengandaikan ada banyak Jagat Raya. Dengan kata lain, adanya Jagat Raya–Jagat Raya yang saling berlipat (tumpang tindih).

Hipotesis ini mendapat tantangan keras mengingat kemampuan meneliti Jagat Raya yang kasat mata saja belum sempurna. Di samping itu, meskipun sebagian besar ilmuwan percaya keberadaan Tuhan, namun cenderung menolak eksistensi alam gaib (Jagat Gaib).

Menurut Hawking, Jagat Bayi merupakan konsekwensi dari keberadaan Lubang Hitam. Objek yang masuk ke dalam Lubang Hitam akan masuk ke dalam sebuah Jagat Bayi yang kecil. Kemudian lepas dari kawasan Jagat Raya kita. Jagat Bayi tersebut memiliki struktur dan konfigurasi berbeda.

Pada saat objek masuk ke dalam Lubang Hitam, maka akan terbentuk singularitas baru. Hal ini kemudian berlanjut dengan meledak kembali sebagaimana Dentuman Besar.

Kemudian terjadi pula pemuaian dan pembentukan materi-materi. Selanjutnya terbentuklah galaksi-galaksi dan mungkin juga sebuah kehidupan seperti di Bumi.

Dalam Islam diketahui bahwa makhluk gaib seperti malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan bangsa jin terbuat dari api. Boleh jadi, cahaya dan api tersebut bukan dalam bentuk materi atau partikel yang sama dengan yang kita kenal di Bumi. Melainkan produk materi yang terbentuk di Jagat Raya yang berbeda.

Hipotesis Jagat Raya bayi berhasil membuka cakrawala berpikir manusia, karena eksistensi alam gaib (Jagat Gaib) mulai disentuh ilmu pengetahuan, khususnya fisika kuantum. Namun, hipotesis tersebut kontroversial karena apa yang disebut Teori Dentuman Besar bukanlah awal dari terbentuknya Jagat Raya kita.

Hawking berpendapat bahwa Lubang Hitam dan hipotesis Jagat Bayi mengandaikan Jagat Raya tidak memiliki awal dan akhir. Dengan kata lain, Jagat Raya ini abadi.

Peristiwa Big Bang hanya salah satu tahap saja dalam seluruh evolusi Jagat Raya. Sehingga berapapun taksiran usia Jagat Raya, bukan awal Tuhan Yang Maha Besar memulai ciptaanNya. Jika benar begitu maka titik awal penciptaan akan tetap menjadi rahasia.